11 September 2010

PENGAKUAN

Pernahkah kita merenung... dosa apa saja yang telah kita lakukan dalam sehari ini? Dalam seminggu ini? Dalam setahun? Dalam seumur hidup kita di dunia ini?
 
Dalam sebuah pengkaderan remaja yang diadakan oleh YAM, saya pernah meminta para peserta untuk menuliskan dalam selembar kertas kosong, sebuah dosa terbesar yang pernah mereka lakukan. Kertas itu kemudian dikumpulkan, dengan tanpa menuliskan nama penulisnya di dalamnya.

Agak kaget juga saya ketika membaca, ternyata diantara sekian remaja seusia SMP dan SMA itu ada yang mengaku sudah pernah berzina. Namun intinya bukan itu. Intinya adalah:


1. Pertama
Saya terangkan kepada mereka, sebesar apapun dosa yang telah mereka lakukan, setidaknya mereka telah dengan jujur mengakui bahwa itu adalah sebuah dosa dan kesalahan.

Sebesar apapun sebuah kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, bila telah muncul pengakuan yang jujur dalam diri kita bahwa itu adalah sebuah dosa dan kesalahan, maka kemungkinan untuk kita bertobat amat sangat terbuka lebar. Selanjutnya, setelah kita mengakui bahwa itu suatu kesalahan, maka apakah kita ingin kembali mengulangi kesalahan tersebut?

Saya yakin, mereka yang telah dengan jujur mengakui itu suatu kesalahan tidak akan mau mengulanginya kembali. Namun godaan setan pasti ada. Sebagaimana pernah saya singgung dalam tulisan saya: Da’wah dan Pelarian, itu juga tergantung bagaimana kita menjaga pergaulan, karena teman bergaul sangat mempengaruhi pola tingkah seseorang, khususnya remaja, maka sangat penting menciptakan suatu komunitas remaja yang baik, yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, dan saling mendukung dalam setiap kebajikan. Pemuda dan remaja yang seperti inilah yang nantinya siap menjadi kader, bahkan walaupun sebelumnya dia mungkin terkenal sebagai preman.

Sebaliknya, betapa kecil-pun sebuah dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, namun bila orang tersebut tidak mengakui hal tersebut sebagai sebuah dosa dan kesalahan, atau dia mengakui namun meremehkannya, maka mustahil diharapkan dia akan bertobat dari kesalahan tersebut. Maka pengulangan demi pengulangan adalah suatu hal yang tidak mustahil terjadi. Seandainya-pun dia berhenti, hal itu bukan dikarenakan keinsyafan dan dilandasi rasa kesadaran, namun mungkin karena sekedar sudah bosan karena saking seringnya, atau sekedar kapok untuk sementara, atau sekedar berhenti karena ngga punya kesempatan atau biaya.

Pentingnya sebuah pengakuan dalam sebuah proses pertobatan seseorang, pengakuan akan betapa Maha Pengasih nya Dia serta pengakuan akan kesalahan dan dosa, Rasulullah mengajarkan sebuah istighfar (permohonan ampun) yang terkenal dengan nama “Sayyidul Istigfar” (penghulu istigfar), yang tercakup sebuah pengakuan di dalamnya :

حَدَّثَنِي شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لا إِلَهَ إلا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (beliau bersabda): “Sayyidul istigfar itu adalah, engkau berkata: “Yaa Allah! Engkaulah Rabb-ku, tiada Tuhan melainkan Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku terikat sumpah dan perjanjian dengan-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku memohon perlindungan pada-Mu dari kejelekan apa yang telah aku kerjakan. Aku mengakui atas segala nikmat-Mu kepadaku, dan akupun mengakui atas segala dosa-dosaku, maka ampunkanlah aku, sesungguhnya tiada yang dapat mengampunkan dosa melainkan Engkau”. Beliau bersabda: “Barangsiapa yang menucapkannya diwaktu siang (pagi) dengan disertai keyakinan terhadapnya, kemudian dia mati pada hari itu sebelum masuk waktu malam, maka sesungguhnya ia termasuk ahli sorga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada waktu malam (petang) dengan disertai keyakinan terhadapnya kemudian dia mati pada hari itu sebelum masuk waktu subuh, maka ia termasuk ahli sorga.” (H.R. Bukhari, dll. Doa tersebut kadang disebut juga zikir pagi dan petang).

2. Kedua
Ketika beberapa tulisan saya bacakan, walaupun nama penulisnya tidak disebutkan, tetap saja yang merasa menulis merasa tersipu. Dari reaksi senyumnya sudah bisa diprediksi siapa kira-kira yang menulis.

Walaupun nama kita tidak disebutkan, tapi toh kenapa masih juga ada perasaan malu ketika pengakuan kita itu dibacakan? Padahal itu juga hanya didepan bebarapa teman sendiri. Lalu bagaimana kalau seandainya si penulis sendiri yang disuruh membaca apa yang dia tulis sendiri, dihadapan khalayak ramai pula?

Ketahuilah!… hal itu pasti akan terjadi. Hari itu pasti akan datang.

Dalam kehidupan kita di dunia ini, ada Raqib dan ‘Atid yang selalu setia menemani kita, menuliskan segala apa perbuatan kita:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Q.S.50:18)

Pada hakekatnya kita sendirilah yang menorehkan tinta di atas catatan kehidupan kita. Malaikat tersebut hanya membantu mencatatkan. Mustahil Malaikat itu mencatat apa yang tidak kita perbuat.

Pada masanya, catatan kehidupan kita itu akan dikembalikan kepada kita. Kita sendiri yang akan disuruh membaca catatan kehidupan kita di hadapan seluruh manusia di padang Mahsyar. Ada yang membaca raport kehidupan itu dengan bangga :

Suatu hari  Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” (Q.S.17:71)

Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya  dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku” (Q.S. 69:19)

Namun ada juga yang membaca raport kehidupannya dengan penuh malu, penyesalan, bahkan ketakutan :

“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku”. (Q.S.69:25)

“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah aku". (Q.S.84:10)

Mau memilih yang mana kita? Jika memang kita masih punya rasa malu dan tidak ingin dipermalukan di hadapan seluruh manusia di akhirat nanti, maka tulislah kehidupan kita dengan tinta emas

Namun jika memang kita tidak punya rasa malu, maka silahkan berbuat semaunya…

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلامِ النُّبُوَّةِ الأولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَافْعَلْ مَا شِئْتَ

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya diantara yang masih dijumpai manusia dari ucapan kenabian pertama: Jika kamu tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu”. (H.R. Bukhari, Abu Dawud, Ahmad, Malik)

Wallahu A'lam


Share/Save/Bookmark

2 Comments:

Tanpa Nama said...

terima kasih buat catatannya...
semoga yg baca dan yg nulis diberikan rahmat untuk semakin dekat kepada sang Khalik.. aamiiin..

Tanpa Nama said...

mampir ke blog saya untuk di kasih masukannya