Dalam sebuah forum FB, ane pernah jumpai sebuah klaim bahwa sebenarnya perayaan Maulid Rasul adalah sunnah. Ada dasar haditsnya.
Pertanyaan yang sama sebenarnya sudah lama pernah ane tanyakan pada Almarhum Ustadz Haqi, dan ini adalah jawaban beliau (ane tulis dengan redaksi dari ane sendiri):
-----------------------------------Pernyataan:
Perayaan Maulid Nabi adalah sunnah Rasul (atau bid’ah hasanah). Ada hadits yang menjadi dasar perayaannya, yaitu:
- Tentang Puasa Hari senin: “...Dan ketika ditanya tentang Puasa hari senin, beliau menjawab: "Ia adalah hari kelahiranku, hari aku diutus, dan hari diturunkan al-Qur'an padaku." (H.R. Muslim)
- Tentang Pasa Hari Asyura: Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nabi tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Maka, beliau bertanya, 'Apakah ini?' Mereka menjawab, 'Hari yang baik (dalam satu riwayat :hari besar 4/126). Ini adalah hari yang Allah pada hari itu menyelamatkan bani Israel dari musuh mereka. (Dalam satu riwayat: Hari yang pada saat itu Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israel atas musuh mereka). Maka, Musa berpuasa pada hari itu sebagai pernyataan syukur kepada Allah, (dan kita berpuasa pada hari itu untuk menghormatinya' 4/269). Beliau bersabda, 'Aku lebih berhak (dalam satu riwayat: 'Kita lebih lebih layak) terhadap Musa daripada kamu sekalian (kaum Yahudi).' Lalu, beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan berpuasa pada hari itu." (Dalam riwayat lain: "Kalian lebih berhak terhadap Musa daripada mereka (kaum Yahudi), maka berpuasalah kalian." 5/212) (H.R. Bukhari)
Hadits-hadits tersebut menjadi dasar bolehnya merayakan Maulid Nabi. Sebagaimana dalam hadits No.2 disebutkan bahwa Puasa ‘Asyura adalah untuk memperingati selamatnya Nabi Musa dan Bani Israil dari musuh mereka (Fir’aun), maka memperingati Maulid Nabi adalah lebih layak dan lebih utama untuk diperingati sebagai rasa syukur atas kelahiran Khairil Anbiyaa wal Mursaliin.
Jawaban:
Betul sekali, Perayaan Maulid Nabi adalah perayaan yang disunnahkan, sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran Rasul yang mulia. Bahkan Rasulullah juga melakukannya.
Perayaan itu tidak dilaksanakan hanya setahun sekali, bahkan setiap minggu. Namun perayaan yang disunnahkan adalah dengan berpuasa, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits tersebut.
Ketika kita memperingati selamatnya Nabi Musa dari kejaran Fir’aun dan tentaranya, apakah kita merayakannya dengan membaca Manaqib Nabi Musa, makan-makan serta berbagai ritual lainnya? Bukankah diperingati dengan berpuasa? Seperti itulah contoh Rasul dan seperti itulah yang kita lakukan.
Demikian juga halnya dengan Maulid Nabi. Rasul dan para sahabat mencontohkan dengan melaksanakan puasa Senin, bukan dengan membaca manaqib beliau, makan-makan serta ritual lainnya yang biasa kita lakukan saat ini.
Jadi, kalau memang benar kita ingin merayakan Maulid Nabi, semestinya tidak terbatas hanya setahun sekali, namun setiap minggu. Dan caranya pun bukan dengan nyanyi-nyanyi membaca manaqib beliau.
Pembawaan dalil tersebut sudah tepat, hanya saja kemudian pelaksanaannya yang ternyata ngga sesuai dengan dalil yang dibawakan...
---------------------------
Selai hal yang telah disebutkan di atas, ada juga beberapa bantahan lain yang diutarakan oleh mereka yang merayakan Maulid ini hanya setahun sekali, diantaranya: Hal itu adalah “bid’ah hasanah”, karena toh yang dibaca adalah shalawatan... tentang hal ini, ane rasa sudah cukup dijawab dengan tulisan sebelumnya: “Shalawat Syirik”
Wallahu a’lam...
0 Comments:
Post a Comment