20 Mei 2010

BAROMETER



اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat? (42:17).

Tentang “mizan”, Allah berfirman: “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?” (42:17)

Jika dilihat sekilas, ayat ini menjelaskan bahwa ada dua hal yang diturunkan oleh Allah kepada para Rasul-Nya, yaitu Kitab dan Mizan. Para ulama tafsir, seperti Mujahid dan At-Thabari menafsirkan bahwa pengertian “mizan” di sini adalah “keadilan”. Lalu, bukankah Kitab itu juga berisi keadilan?


Untuk memahami ayat ini, saya lebih suka membandingkan dengan ayat lainnya:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”. (Q.S. Al-Baqarah: 189)

Dalam ayat ini, antara fungsi bulan sebagai penghitung waktu dan untuk menentukan waktu ibadah haji adalah dua hal yang sama. Bedanya, yang pertama lebih umum sedangkan yang kedua lebih khusus.

Jadi, ayat ini bisa diterjemahkan demikian: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (KHUSUSNYA bagi ibadat) haji”.

Ayat ke-17 dari Surah As-Syuura(42) itu juga dapat dimaknai demikian. Jadi bisa diterjemahkan : ”Allah-lah yang menurunkan kitab yang berisi kebenaran, KHUSUSNYA sebagai mizan”.

Dalam ayat lain juga ditegaskan, bahwa Al-Qur`an ini diantara sifatnya adalah “furqan” (pembeda). Allah berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Al-Baqarah:185).

Al-Qur`an adalah furqan, pembeda antara yang haq dan yang bathil. Al-Qur`an juga mizan, penimbang kebenaran. Mizan keadilan. Adil, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya. Atau juga bisa bermakna: Memberikan pada yang berjak akan hak-haknya. Al-Qur`an adalah BAROMETER dalam kehidupan manusia.
--------------------------------------- 

Ada asumsi umum, bahwa kapas itu ringan, sedangkan besi itu berat. Debu itu ringan sedangkan batu itu berat. Asumsi yang dapat menimbulkan anggapan, bahwa kapas lebih ringan dari besi, batu lebih berat dari debu. Namun apakah beda berat 1.000 gram besi dengan 1 Kg kapas? Apakah beda berat 1 ton batu denagn 1.000 Kg. debu? Tentu tidak.

Dari mana kita bisa tahu bahwa berat 1.000 gram besi adalah sama dengan berat 1 Kg. Kapas? Karena kita punya alat untuk menimbang berat. 

Ada berbagai macam alat timbang dan alat ukur. Ada penimbang berat, pengukur jarak, pengukur volume, pengukur suhu, pengukur intensitas, pengukur kadar, dan lain-lain.

Dengan pengukur dan penimbang yang jelas, maka manusia bisa berintraksi dan bertransaksi dengan sesamanya tanpa khawatir terjadi konflik, karena semua telah ada barometernya, sehingga segalanya dapat diputuskan dengan adil.

Penimbang itu, dalam istilah Arab sering disebut “mizan”, walaupun makna hakikinya lebih khusus pada penimbang berat. Dalam bahasa kita biasa disebut “barometer”, walaupun dalam arti hakikinya lebih khusus pada pengukur tekanan udara.

Demikianlah, dalam kehidupan bermuamalah ini, kita menetapkan dan menyepakati suatu pengukur dan penimbang yang disepakati secara umum tentang segala sesuatu agar kehidupan kita bisa berjalan dengan harmonis.

Lalu, bagaimana dengan masalah-masalah agama dan masalah supranatural? Masalah-masalah yang menyangkut keimanan, pahala, dosa, fadhilah, dan sebagainya? Apakah kita juga akan menetapkan penimbang dan pengukur sendiri?

Orang-orang yang menganggap bahwa Agama adalah budaya, tak heran bila kemudian mengatakan bahwa hal itu juga hasil kesepakatan. 

Penimbang dan pengukur dalam hal ini telah ditetapkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Itulah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Tentang urusan pahala dan dosa, karena itu semua hak Allah, jadi kita tidak bisa mengatakan melakukan ini berpahala atau berdosa tanpa ada informasi dari Allah.
Juga tentang urusan fadhilah (keutamaan), karena sekali lagi, hanya Allah yang tahu tentang hal itu, jadi kita tidak bisa mengatakan ini lebih afdhal dari amalan yang itu tanpa informasi dari Allah.

Termasuk juga tentang membuat tatacara, membatasi suatu amalan, dan lain-lain yang berhubungan dengan ibadah, karena itu semua adalah hak otoritas Allah. Kita beribadah pada Allah, dan Allah-lah yang menentukan tata-caranya. tidak bisa kita batasi apa yang telah Allah luaskan dan tidak bisa kita bebaskan apa yang telah Allah batasi, umpamanya tentang bilangan sholat Magrib 3 rakaat, tidak ada hak kita menambah-nambah atau mengurangi.

Membaca Al-Qur`an itu secara asal sunnah, sangat dianjurkan. Rasulullah bersabda: "bacalah Al-Qur`an, karena ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat pada pembacanya".

Namun kepercayaan dan keyakinan tentang khasiat, fadhilah ayat-ayat tertentu, itu adalah urusan yang tidak kita ketahui kecuali kalau ada informasi dari Allah. Kita tidak bisa mengatakan ayat ini punya kelebihan (fadhilah) dari ayat yang lain tanpa keterangan dari Allah. Demikian juga, kita tidak bisa membatasi bahwa yang utama itu cuman 15 ayat atau sekian ayat tanpa ada keterangan dari Allah. tahu dari mana kita?

Jadi, harus kita tanya dulu: ada dasarnya apa tidak dari ALLAH? kalau tidak ada, maka tentu tidak boleh kita berkeyakinan seperti itu. Jika kita mengamalkannya dan berkeyakinan seperti itu, maka berarti kita telah melakukan BID’AH. 

Wallahu A’lam...


Share/Save/Bookmark

0 Comments: