06 November 2009

Dasar-Dasar Ekonomi Islam

Judul Buku: Dasar-Dasar Ekonomi Islam dan Berbagai Sistem Masa Kini
Judul Asli: Usus al-Iqtishaadi baina al-Islaam wa an- Nidzham al-
Mu’ aasharah
Penulis : Abul A’la al-Maududi
Alih bahasa: Abdullah Suhaili
Penerbit : PT. Al Ma’ar if Bandung, Cetakan II
Tahun 1984

Sekilas tentang Al-Maududi dan Buku Ini
Abu A’la al-Maududi adalah pendiri dan pemimpin pertama “al-Jamaa’ah al-Islaamiyyah” yang merupakan hasil konfrensi 75 orang delegasi ulama dari beberapa anak benua India pada tanggal 26 Agustus 1941. Perjuang an beliau dimulai dari dunia jurnalistik (1918). Buku beliau “Jihad Dalam Islam” (1928) berpengaruh luas dalam membangkitkan perlawanan menentang penjajah Inggris, keberhalaan dan musuh-musuh Islam lainnya. Tahun 1933 beliau mendirikan majalah "Turjuman Al-Qur`an". Melalui majalah ini beliau mentransfer pemikiran-pemikirannya ke segenap umat Islam di anak benua India yang merupakan langkah awal memuluskan berdirinya Jama’at Islami dikemudian hari. Pasal-pasal dalam buku ini diambil dari majalah tersebut, ditulis dalam dua tahap. Pasal I dan VII ditulis tahun 1937, didorong oleh tulisan seorang muslim dalam sebuah majalah yang menyarankan agar kaum muslimin memasukan perubahan-perubahan baru ke dalam hukum riba dalam Islam dan mempergunakan Sistem Kapitalis Modern. Plus Lembaga-lembaga keuangan dan rencana kehidupan dewasa ini menghendaki yang demikian itu. Untuk men-cover tulisan ini, beliau menulis dalam Turjuman Al-Qur`an memaparkan sistem ekonomi Islam dan masalah-masalah riba dan lainnya secara positif. Fasal-fasal selanjutnya beliau tulis ketika di dalam penjara (Oktober 1948 Mei 1950) dan beliau publikasikan setelah beliau keluar dari penjara. Al-Maududi mengundurkan diri dari kepemimpinan Jama’at Islami sejak November 1972 dengan alasan kesehatannya.


Buku ini terdiri dari 7 Pasal, yaitu:
  • Fasal I : Perbedaan Asasi antara Islam, Kapitalisme dan Komunisme
  • Fasal II : Faktor-Faktor & Pengaruh-Pengaruh Sejarah yang ada di Belakang sistem Kapitalis
  • Fasal III : Sistem Kapitalis Moderen
  • Fasal IV : Sosialisme dan Komunisme
  • Fasal V : Reaksi
  • Fasal VI : Diagnosa Penyakit dan Obatnya
  • Fasal VII : Sistem Ekonomi Islam dan Sendi-Sendinya.
Dalam tulisan ini akan penulis hanya akan meuliskan secara ringkas (resume) Pasal I dan Pasal VII dari buku tersebut, karena dua pasal tersebut penulis rasa sudah cukup mewakili keseluruhan isi kandungan buku: Pasal II sampai Pasal V adalah uraian dari Pasal I, sedangkan Pasal VI telah dijelaskan dalam Pasal VII


FASAL I
PERBEDAAN ASASI ANTARA ISLAM, KAPITALISME DAN KOMUNISME

Ada tiga sistem ekonomi yang populer di dunia saat ini, yaitu sistem ekonomi Kapitalis, sistem ekonomi Komunis dan sistem ekonomi Islam.

1. Sistem Kapitalis
Landasan teori sistem ini adalah, bahwa individu menjadi pemilik tunggal
atas apa yang dihasilkannya. Orang lain tidak memiliki hak apa-apa atasnya. Teori in i bertitik tolak dari egoisme. Bila ditinjau dari sudut ekonomi, nyatalah bahwa tabiat teori ini merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan antar individu. Alat-alat produksi bertumpuk di tangan satu kelompok kelas yang paling mewah. Praktis masyarakat hanya terbagi dua kelas: kelas hartawan dan fakir miskin.
Hal yang pasti terjadi dalam sistem ekonomi ini adalah kecendrungan yang
keras dari masyarakat untuk mengumpulkan kekayaan dan tidak mengeluarkannya kecuali pada jalan yang mendatangkan keuntungan besar bagi dirinya. Semuanya semata-mata dijiwai “mencari uang dengan uang”, baik dengan cara yang legal maupun ilegal. Tidak ada perbedaan yang prinsip pada pandangan kapitalisme antara jual-beli dan riba. Keudanya tidak saja bercampur aduk dalam sistem tersebut, bahkan masing-masing saling membutuhkan. Perdagangan tidak mungkin mendapatkan kemajuan kecuali dengan riba. Jika tidak karena riba niscaya runtuhlah sistem Kapitalis.

2. Sistem Komunis (teori komunis yang murni)
Sistem komunis bertolak belakang dengan sistem kapitalis. Sistem ini berdiri atas dasar bahwa alat-alat produksi seluruhnya menjadi milik bersama. Individu tidak mungkin memperoleh sesuatu kecuali sebagai upah atas jasa- jasa yang diberikannya untuk kemaslahatan masyarakat. Masyarakatlah yang menyediakan kebutuhan hidup bagi mereka, sedang mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sebagai imbalannya.
Ini adalah dari segi teorinya.
Dari segi prakteknya, mereka ingin menghancurkan kaum kapitalis dan lahirlah di muka bumi seorang kapitalis tunggal, yaitu “pemerintah komunis”. “kapitalis raksasa” ini tidak memiliki rasa peri kemanusiaan sedikitpun yang adakalanya terdapat pada oknum-oknum kapitalis. Inilah yang menjadikan pemerintah Russia (dan pemerintahan komunis lainnya) menjadi suatu pemerintahan yang keras dan paling kejam. Bukan karena suatu kebetulan bahwa pemegang kendali pemerintahan adalah seorang diktator yang tirani, baik monarki maupun republik, tapi karena fitrah sistem komunis itu memang mengundang dan meminta seorang diktator yang paling keras dan paling kejam.

3. Sistem Islam
Islam berdiri di antara dua sistem yang ekstrim ini. Pokok dan prinsipnya
yang terbesar adalah memberikan kepada individu seluru h hak-hak asasi dan pribadinya dengan cara yang tidak merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan. Singkatnya, dalam teori perekonomian Islam, ikatan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama sangat erat. Antara keduanya harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertarungan. Dalam kesejahteraan individu terletak kesejahteraan masyarakat dan dalam kesejahteraan masyarakat terdapat kesejahteraan individu. Harus ada keseimbangan antara memikirkan kepentingan diri sendiri (egoisme) dan jiwa mengutamakan kepentingan orang lain (altruisme).
Sistem ekonomi yang berlandaskan teori ini bukan bertujuan supaya sebagian individu menjadi hartawan sementara sebagaian yang lain menjadi kelaparan, dan bukan pula tujuannya supaya tidak seorangpun diantara mereka menjadi kaya, tetapi supaya segala kebutuhan ekonomi merata di antara individu- individu nasyarakat tersebut seluruhnya. Sistem ini tidak menghalangi seseorang untuk menjadi hartawan, tapi suatu hal yang mustahil akan terjadi dalam sistem ini seorang hartawan lahir dari kemiskinan dan kelaparan beribu-ribu orang sebangsanya.


FASAL VII
SISTEM EKONOMI ISLAM DAN SENDI-SENDINYA

Teori ekonomi Islam adalah teori ekonomi pertengahan antara kapitalisme dan komunisme. Teori ini mempergunakan moral dan hukum bersama untuk menegakk an bangunan sistem yang praktis di atasnya. Prinsip-prinsip moral dan hukum perundang-undangannya adalah tiang-tiang Islam dan sendi-sendinya. Bila kita ingin mengetahui karakter sistem ini, maka kita harus meneliti prinsi-prinsip dan huku m-hukum ini secara menyeluruh.

Prinsip dan Hukum Sistem Ekonomi Islam
1. Perbedaan Antara yang Halal dan yang Haram Mengenai Jalan-Jalan
Mencari Kekayaan
Islam tidak membenarkan mencari kekayaan semau mereka dengan jalan
apa saja yang mereka kehendaki. Ini juga melihat pada kemaslahatan masyarakat. Semua jalan memperoleh keuntungan dengan cara merugikan orang lain adalah tidak sah. Prinsip yang sah adalah semua jalan dimana individu-individu dapat saling memberi keuntungan dengan suka sama suka dan adil, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An-Nisa (4) ayat 29 dan 30 (yang diantara artinya): “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama- suka di antara kamu...”.
Ayat ini menetapkan dua perkara sebagai syarat sahnya perdagangan: 1. hendaknya perdagangan itu dilakukan dengan suka sama suka antara kedua belah pihak; 2. Keuntungan satu pihak tidak berdiri di atas kerugian pihak yang lain.

2. Larangan Menumpuk Harta
Walaupun harta yang diperoleh adalah dengan cara yang sah, namun Islam
melarang menimbunnya, karena hal tersebut menghambat perputaran kekayaan dan merusak keseimbangan pembagiannya. Hal ini tidak hanya membahayakan bagi masyarakat pada umumnya, namun mudharatnya juga kembali pada dirinya sendiri, sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Ali Imran (3) ayat 180 (yang artnya): “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah- lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Allah juga Berfirman dalam Q.S. At- Taubah (9) ayat 34 (yang artinya) :. “...dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”

3. Perintah untuk Membelanjakan Harta
Islam menyuruh untuk membelanjakan harta dengan syarat “fii sabiilillah”,
dan tidak membenarkan membelanjakannya dengan boros untuk memuaskan hawa nafsu. Allah ber firman dalam Q.S. Al-Baqarah (2) : 219 (yang artinya): “... dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan.”... ”.
Ini sangat bertentangan dengan teori kapitalis. Kapitalis menyangka dengan mengeluarkan harta akan jatuh miskin dan apabila dikumpulkan tentunya akan menjadi kaya, namun dalam Islam justru sebaliknya. Allah berfirman (yang artinya) : “... janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi (pahalanya) dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)” (Q.S. Al-Baqarah: 272). Lihat juga Q.S. Al-Baqarah (2) : 268 dan Q.S. Fathir (35) : 29-30. Logika kapitalis menyangka bahwa dengan meminjamkan harta pada orang lain dengan riba akan menambah banyak hartanya, sedangkan Islam justru berkata tidak. Satu-satunya jalan menambah harta tersebut adalah dengan memutarnya di berbagai jalan kebajikan. Allah berfirman (yang artinya): “ Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah...”. (Q.S. Al-Baqarah: 276); “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar-Rum (30) ayat 39)

4. Zakat
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Islam mencegah menumpuknya harta
hanya pada satu orang. Untuk itu Islam menciptakan jiwa kedermawanan dan ajaran-ajaran moralnya yang tinggi, baik dengan bujukan maupun dengan ancaman yang efektif, sehingga dengan kecenderungan alamiyahnya manusian akan merasa jijik untuk mengumpulkan kekayaan dan menyimpannya, dan gemar membelanjakannya dengan sendirinya.
Di sisi lain, Islam membuat aturan yang mewajibkan pemungutan suatu
jumlah yang tertentu dari kekayaan orang banyak untuk kesejahteraan masyarakat yang disebut zakat. Zakat sangat penting dalam sistem ekonomi Islam. Inilah “perhimpunan koperasi” kaum muslimin. Ini adalah "maskapai asuransi" mereka. Ini adalah dana cadangan mereka. Inilah kekayaan yang dapat menjamin nasib kaum penganggur yang lemah, orang-orang sakit, anak-anak yatim dan janda-janda tidak mampu. Di atas itu semua, ia adalah suatu faktor yang menjadikan seorang muslim tidak terbebani dengan permasalahan hari esok, karena sudah ada “lembaga asuransi Allah” yang menjamin.

5. Hukum Waris
Intinya adalah juga untuk mencegah kekayaan yang mungkin masih ada terkumpul di satu tempat. Apabila seseorang meninggal dunia dan ia meninggalkan harta, maka seyogyanya harta terebut dibagikan pada karib-kerabatnya. Apabila tidak mempunyai ahli waris sama sekali, maka tidak seyogyanya harta diserahkan kepada anak angkat, tetapi harus diserahkan kepada Baitul Maal kaum muslimin.

6. Pembagian Rampasan Perang

Islam memerintahkan supaya harta rampasan perang (ghanimah) dibagi
lima: Empat bagian untuk mereka yang turut berperang dan satu bagian untuk kepentingan sosial kaum muslimin. Allah Berfirman (yang artinya): “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil...”. (Q.S. Al-Anfal (8):41) Yang dimaksud dengan bagian Allah dan Rasul-Nya ialah bagian yang dikhususkan untuk tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan sosial yang diurus dan diawasi oleh pemerintah dalam negara Islam menurut hukum Allah dan Rasul-Nya. Adapun tanah-tanah dan harta benda yang dirampas oleh pemerintah Islam dari sebuah peperangan (fa`i), maka pemerintah sendirilah yang mengurus dan bertindak atasnya sesuai dengan kepentingan kaum muslimin dan kemaslahatan mereka, seperti Firman Allah (yang artinya) : “Apa saja harta rampasan (fa'i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. ...(juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan- Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (Q.S. Al-Hasyr (59) ayat 7 – 8). Ayat ini tidak hanya menerangkan pos-pos harta fa`i tersebut dikeluarkan, tapi juga menyinggung dengan tegas mengenai tujuan yang senantiasa diingatkan oleh Islam dalam sistem ekonominya yang menyeluruh, yaitu supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja.

7. Perintah untuk Berhemat dalam Perbelanjaan
Allah Berfirman (yang artinya): “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya”. (Q.S.Al-Israa` (17) ayat 29). Firman-Nya juga (yang artinya): “Dan orang- rang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian”. (Q.S. Al-Furqan (25), ayat 67).
Islam mengajarkan, tidak seyogyanya seseorang membelanjakan hartanya kecuali dalam batas-batas kemampuan ekonominya. Tidak halal baginya melampaui batas ini sehingga pengeluarannya lebih besar dari pemasukkannya, kemudian terpaksa ia menjadi seorang pengemis dan memasukkan dirinya kedalam golongan fakir miskin karena perbuatannya sendiri. Perbelanjaan seperti ini dipandang oleh Islam sebagai suatu pemborosan (Q.S. Al-Israa` (17) ayat 26-27).
Kesimpulannya, kehidupan yang diperintahkan dalam ajaran moral dan
hukum perundang-undangan Islam adalah kehidupan pertengahan dan sederhana.

Setelah kita mengetahu sistem Islam yang menyeluruh ini, maka perhatikanlah jiwa dari sistem ini, perhatikan letak dan bentuknya, perhatikanlah corak dan ragamnya, perhatikanlah makna dan maksud yang terkandung di dalamn ya! Apakah anda dapati sesudahnya hajat kepada nasionalisasi ala komunis atau diktatorship ala Pasis dan Nazi atau lapangan bagi sistem kapitalis? Bagaimana mungkin anda akan mencampur adukkan prinsip-prinsip pokok sisten kapitalis dan komunis yang bobrok itu seluruhnya dengan sistem ekonomi Islam yang murni tanpa berfikir lebih jauh sampai dimana prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang bobrok ini dapat berpadu dengan prinsip-prinsip Islam, jiwanya dan karakternya?


Share/Save/Bookmark

0 Comments: